BAB II
PEMBAHASAN
Distribusi Obat didalam Tubuh
Obat setelah diabsorbsi akan
tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam peredarannya,
kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara yang
relative lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau
pengeluaran obat.
Distribusi adalah proses suatu obat
yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium
(cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke
interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler,
derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan
hidrofobisitas dari obat tersebut.
distribusi meliputi transport (pengangkutan) molekul obat di dalam tubuh.
Setiap kali obat disuntikan atau diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di bawa
oleh darah dan cairan jaringan ke tempat aksi obat (aksi farmakologi), tempat
metabolisme, dan tempat ekskresi. Kebanykan obat masuk dan meninggal aliran
darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel yang membentuk dinding
kapiler.Distribusi bergantung besarnya kecukupan sirkulasi darah. Obat di
distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam jumlah banyak
seperti jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke
organ dalam lainnya seperti lemak otot, dan kulit biasanya lebih lambat. Sebuah
faktor penting dalam distribusi obat adalah ikatan protein. Banyak obat
membentuk ikatan komplek dengan plasma.
Protein
utama adalah albumin yang bertindak sebagai pembawa obat. Molekul obat yang
berikatan dengan protein plasma adalah farmakologi
inaktif karena ukuran kompleknya (ikatan albumin+obat) yang besar,
mencegah obat meninggalkan aliran darah melalui lubang kecil di dinding kapiler
dan mencapai tempat aksi, metabolisme, dan ekskresi. Hanya bagian obat yang
bebas atau tidak terikat yang dapat beraksi di dalam tubuh sel. Sebagai obat
yang bebas obat beraksi di dalam sel, terjadi penurunan tingkat plasma obat
karena beberapa ikatan obat terlepas.
Ikatan protein
membolehkan bagian dari dosis obat untuk disimpan dan dilepaskan jika
dibutuhkan.Beberapa obat juga disimpan di jaringan otot, lemak, dan jaringan
tubuh lainnya. dan dilepaskan sedikit-demi sedikit ketika tingkat plasma obat
menurun. Mekanisme penyimpanan ini memelihara
tingkat obat rendah didalam darah dan mengurangi resiko keracunan. Obat yang
diikat kuat oleh plasma protein atau disimpan dalam jumlah besar di jaringan
tubuh memiliki aksi obat yang panjang.
Distribusi obat ke dalam Sistem Saraf Pusat ( central nervous system) dibatasi karena terdapat sawar darah otak (blood–brain barrier), yang terdiri dari pembuluh darah kapiler dengan dinding tebal, membatasi pergerakan molekul obat masuk ke dalam jaringan otak. Sawar (penghalang) ini juga bertindak sebagai membran selektif permeabel yang menjaga Sistem Saraf Pusat (SSP). Namun hal ini juga menyebabkan terapi obat untuk gangguan sisitem saraf sangat sulit diberikan karena harus melewati sel dari dinding kapiler dan lebih jarang antara sel. Sebagai hasilnya, hanya obat yang larut dalam lemak atau memiliki sistem transportasi yang dapat melewati sawar-darah otak dan mencapai kosentrasi terapeutik di dalam jaringan otak.
Distribusi obat selama kehamilan dan menyususi juga unik. Selama kehamilan,
sebagian besar obat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi bayi. Selama
laktasi, banyak obat masuk ke dalam air susu dan dapat mempengaruhi bayi.
Factor-faktor
penting yang berhubungan dengan distribusi obat antara lain :
a.
Perfusi darah melalui jaringan
Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi
yang tinggi adalah pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung, otak dan
daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang. Sedangkan perfusi pada
otot dan kulit adalah sedang. Perubahan dalam aliran kecepatan darah (sakit
jantung) akan mengubah perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh
terhadap kecepatan eliminasi obat.
b.
Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makromolekul
Penetrasi obat tergantung pada luasnya kadar gradient, bentuk yang dapat berdifusi
bebas, factor seperti pH gradient dan ikatan pada konstituen intraseluler akan
mempengaruhi akumulasi dalam jaringan.
c.
Partisi ke dalam lemak
Obat yang larut dalam lipid dapat mencapai kosentrasi yang tinggi dalam
jaringan lemak. Obat akan disimpan oleh larutan fisis dalam lemak netral.
Jumlah lemak adalah 15% dari berat badan dan merupakan tempat penyimpanan untuk
obat. Lemak juga mempunyai peranan dalam membatasi efek senyawa yang
kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat
selama fase redistribusi.
d.
Transfer aktif
Pemasukan ke dalam jaringan dapat juga terjadi dengan proses transport
aktif. Metadon, propanolol dan amfetamin diangkut ke dalam jaringan paru-paru
oleh proses aktif. Hal ini merupakan mekanisme yang penting untuk pemasukan
obat tersebut yang besar dalam paru-paru.
e.
Sawar
Distribusi obat ke susunan syaraf pusat dan janin harus menembus sawar
khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Sawar darah otak, penetrasi obat
dari peredaran darah ke dalam ruang ekstraseluler susunan saraf sentral dan
cairan cerebrospinal dibatasi atau ditentukan oleh keadaan permukaan absorbs.
f.
Ikatan obat dengan protein plasma
Factor yang penting dalam distribusi obat adalah ikatannya dengan protein
plasma yang merupakan makromolekul. Banyak obat terikat dengan protein di dalam
plasma darah dan jaringan lain. Umumnya ikatannya merupakan proses reversible
dan akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat.
Protein yang terdapat dalam plasma dan mengadakan ikatan dengan obat adalah
albumin. Bentuk persamaan obat dengan protein dapat dituliskan sebagai berikut
:
Ikatan senyawa kompleks obat tersebut akan berdisosiasi, hingga bentuk obat
tersebut dapat diekskresikan.
A. PLASENTA
) Mekanisme Transfer Obat melalui
Plasenta
Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai potensi untuk menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui plasenta sebagai berikut:
1) Tipe I
Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana halnya dengan nutrisi yang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai potensi untuk menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui plasenta sebagai berikut:
1) Tipe I
- Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu dan janin, atau terjadi transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen ibu dan janin.
2) Tipe II
- Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini mungkin terjadi karena transfer pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat.
3) Tipe III
- Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah daripada konsentrasi dalam plasma ibu atau mterjadi transfer yang tidak lengkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain adalah:
- Berat molekul obat. Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak lengkap melewati plasenta.
- PKa (pH saat 50% obat terionisasi).
- Ikatan antara obat dengan protein plasma.
Mekanisme
transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun
pasif, transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan
gradien elektrokimiawi.
- Aspek-aspek mutakhir transfer obat melalui plasenta
- Kemajuan pesat telah dicapai dalam hal teknik pemeriksaan darah dari arteri dan vena tali pusat sewaktu janin di dalam kandungan. Keuntungan metode ini adalah bahwa darah dapat diambil sewaktu-waktu dari pertengahan usia kehamilan hingga genap bulan, untuk mempelajari farmakokinetika obat. Tetapi terdapat 2 masalah yaitu: 1. Memilih jenis obat yang akan diteliti dan 2. Desain protokol penelitian. Variabel tentang transfer obat melalui plasenta sangat luas dan masih harus diawasi terutama untuk obat-obat yang membahayakan janin dan obat-obat yang proses transfernya buruk tetapi harus mencapai konsentrasi yang dibutuhkan oleh janin.
- Obat-obat yang diberikan pada pasien selama persalinan, konsentrasinya dalam darah talipusat bukan merupakan petunjuk jumlah obat yang ditransfer ke janin. Apabila obat melewati plasenta, terjadi distribusi dalam janin dan konsentrasi obat di darah perifer menurun bersamaan dengan kemampuan jaringan untuk mengeluarkan obat tersebut. Pada akhir proses distribusi jumlah obat yang ditransfer harus sama dengan jumlah obat yang diekskresikan dari janin dengan anggapan bahwa konsentrasi obat tetap konstan dalam darah ibu dan tercapai keseimbangan antara kompartemen ibu dan janin. Pemberian obat secara langsung ke dalam cairan amnion akan mengatasi masalah yang berkaitan dengan sawar plasenta. Metode pemberian obat ini sangat berguna khususnya pada obat-obatan yang transfernya buruk.
Efek
kompartemen fetal-plasental
Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu melewati sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi. Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8 minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta. Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasus-kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu melewati sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi. Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8 minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta. Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasus-kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
B. OTAK
ANATOMI SAWAR DARAH OTAK
Sawar darah otak adalah suatu membran yang sangat resisten
terhadap proses diffusi dan memisahkan cairan intersisial otak darah (Youmans,
1996). Pemeriksaan susunan saraf pusat dengan menggunakan mikroskop elektron
memperlihatkan bahwa lumen kapiler darah dipisahkan dari ruang ekstra seluler
oleh:
1. sel endotelial di dinding kapiler
2. membran basalis di luar sel endotel, dan
3. kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dari dinding
kapiler (Gambar-1)
2002
digitized by USU digital library 1
Gambar-1: pembuluh darah kapiler susunan
saraf pusat, area sawar darah otak (dikutip dari Snell, 1992)
Dengan
menggunakan electron dense-marker seperti lanthanum dan horseradish peroksidase
terlihat bahwa substansi tersebut tidak dapat menembus sel endotel kapiler
karena adanya tight junction diantara sel tersebut, sehingga tight junction
sangat berperan di dalam sawar darah otak (Snell, 1992)
Beberapa
bagian otak tidak mempunyai sawar darah otak dan mempunyai struktur sel yang
berbeda. (Gambar-2) Pada daerah tersebut protein dan molekul-molekul organik
yang kecil dalam darah dapat masuk ke susunan saraf pusat.
Gambar-2:
Kapiler pembuluh darah otak, daerah tanpa sawar darah otak. (dikutip dari
Snell, 1992)
2002
digitized by USU digital library 2
III.
FUNGSI
Pada
keadaan normal terdapat dua sawar yang semipermeabel dan berfungsi untuk
melindungi otak dan medula spinalis dari substansi yang membahayakan (Snell,
1992). Fungsi sawar darah otak adalah melindungi otak dari berbagai variasi
subtansi darah, terutama senyawa lokisik.
Fungsi
peting sawar darah otak adalah:
1.
Fungsi anatomi
2.
Fungsi biokimika
3.
Fungsi regulasi
1.
Fungsi Anatomi
Secara anatomis sawar darah otak
adalah melindungi otak dari bermacam-macam toksin eksogen yang berasal dari
darah (Youmans, 1996). Fungsi ini dapat terjadi karena struktur sawar darah
otak yang mempunyai tight junction antara sel endotel yang tidak permeabel
terhadap molekul berukuran besar (FitzGerald, 1985). Fenetrasi yang terdpat
pada kapiler organ lain tidak terdapat pada kapiler otak, begitu juga vesikel
pinositik, yang penting bagi makromolekul pada kapiler jaringan lain. Jika
integritas kapiler baik, perisit yang terletak pada dinding kapiler akan mengaktifkan
fungsi sawar darah otak. Perisit adalah sel fagosit yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan homeostasis antara darah dan otak (FitzGerald, 1985)
2.
Fungsi biokimia
Fungsi biokimia untuk transport
selektif dari zat-zat, tersusun oleh enzim-enzim dalam sel endotel pembuluh
darah kapiler otak. Plasma borne biogenic dapat dimetabolisme oleh monoamin
oksidase sehingga dapat melindungi otak dari pemecahan epinefrin sistemik.
Transport oleh asam amino secara signifikan dapat menyebabkan penetrasi prodrug
levodopa pada sawar darah otak sehingga dopamin dapat dimetabolisme untuk
pengobatan pasien parkinson
3.
Fungsi regulasi
Agar dapat mencapai otak, cairan
ekstraseluler dari darah harus melewati/menemnbus epitel koroid atau endotel
kapiler. Zat dapat segera masuk apabila molekul dapat larut dalam air (plasma)
dan membran lipid. Molekul yang lain memerlukan protein pembawa agar dapat
menembus sawar darah otak (FitzGerald, 1985)
3.1
Transport glukosa
Glukosa adalah sumber energi
terbesar yang diperlukan oleh otak. Lebih 98% energi yang dipergunakan untuk
menunjang fungsi saraf idapat dari pembakaran glukosa dalam darah. Transport
aktif glukosa dibantu oleh protein pembawa yang spesifik. Di dalam cairan
serebrospinal, konsentrasi glukosa hanya 2/3 dari konsentrasi dalam darah. Hal
ini disebabkan karena glukosa secara konstan dipergunakan oleh otak. Kadar
glukosa otak relatif lebih stabil dibandingkan dgnkadar glukosa dalam darah,
sebab sistem transport akan berhenti/jenuh pada saat terjadi peningkatan
glukosa dan akanaktif bila kadar glukosa plasma menurun (pada keadaan
hipoglikemi). Keadaan glukosa ini sangat penting untuk menjaga agar fungsi
saraf tetap normal. Pada keadaan hiperglikemi yang berat dengan kadar glukosa
dalam plasma darah meningkat tiga kali,benda keton dan asam laktat akan
terakumulasi dalam otak dan akan menekan fungsi saraf sehingga terjadi koma
diabetik. Pada keadaan hipoglikemi yang berat susunan saraf pusat menjadi
overaktif, pasien akan mengalami mental
2002
digitized by USU digital library 3
confusion, berkeringat
dgnnadi yang cepat. Hipoglikemi akan menyebabkan kerusakan neuron-neuron otak
jika energi utama yang dibutuhkan oleh otak tidak terpenuhi (insulin koma)
(Fiztgerald, 1985).
OBAT-OBAT YANG DIPENGARUHI OLEH SAWAR DARAH OTAK
Secara umum terdapat 3 faktor yang mempengaruhi masuknya obat dari
darah ke otak, yaitu:
o Kelarutan obat dalam lemak
o Ikatan obat dengan plasma protein
o Ionisasi obat
1. Antibiotika
Pilihan antibiotika
untuk penyakit infeksi berdasarkan pada beratnya infeksi, organisme penyebab,
infeksi nosokomial atau di dapat sebelum perawatan. Pada infeksi susunan saraf
pusat, pilihan antibiotik berdasarkan pada konsentrasi obat didalam cairan
serebrospinal, keadaan pasien, dan bakteri penyebab infeksi. Spektrum dari
antibiotika, efek samping yang ditimbulkan, juga menjadi pertimbangan dalam
pemilihan antibiotika (Narayan, 1996).
Terdapat 4
karakteristik antimikroba agar dapat menembus sawar darah otak (Narayan, 1996):
a. Kelarutan dalam lemak
b. Derajat ionisasi
c. Ikatan dan protein
d. Berat molekul
Antibiotika pilihan
untuk infeksi susunan saraf pusat (Narayan, 1996).
Golongan penisilin :
Penicillin, Ampisilin, Piperasilin
Golongan Cefalosporin:
Cefuroksim, Ceftraikson, Cefotaksin, Ceftazidim, Vancomycin, Aminoglycoside,
Cloramphenicol, Quinolon, Metronidazol, Sulfonamide, Rifampin, Amfotericin B.
Golongan imidazole: Fluconazole, Itraconazole
Sistem Saraf Pusat dan Cairan Serebrospinal.
Distribusi
obat ke dalam SSP dari darah merupakan proses yang unik,karena adanya sawar
fungsional yang menahan obat masuk ketempat yang kritis ini.Salah satu
alasannya bahwa sel-sel endotel kapiler diotak mempunyai pertautan yang sempit dan kontinu,sehingga
penetrasi obat kedalam otak tergantung
pada transpor transeluler dibanding paraseluler antarsel.Sifat unik sel glia
perikapiler ini juga berperan dalam fungsi sawar darah-otak.
Pada
pleksus-koroid,terdapat sawar darah-cairan serebrospinal(CSS) yang
mirip,perbedaanya adalah bahwa yang dihubungkan oleh taut ini adalah sel epitel
dan bukan sel endotel.Akibatnya,kelarutan dalam lipid bagian obat yang tidak
terionisasi dan tidak terikat menjadi penentu penting masuknya obat kedalam
otak,semakin hipofil suatu obat,semakin mudah ia melewati sawar darah-otak.Keadaan
ini sering digunakan dalam perancangan obat untuk mengubah distribusinya ke
otak.Sebagai contoh,konsentrasi antihistamin nonsedatif di otak jauh lebih
rendah dibanding dengan obat lain dari kelas yang sama.Selain itu juga makin
banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa obat dapat berpenetrasi ke dalam SSP
melalui transporter ambilan spesifik yang secara normal terlibat dalam transpor
nutrisi dan senyawa endogen dari darah kedalam otak dan CSS.
Baru-baru
ini telah ditemukan bahwa faktor penting lain yang berpengaruh dalam fungsi
sawar darah-otak,juga melibatkan transporter membran,yaitu dalam hal
ini,pembawa efluks yang terdapat di dalam sel endotel kapiler
otak.P-glikoprotein merupakan faktor paling penting dalam hal ini dan menjalankan fungsinya
dengan tidak membiarkan obat melakukan lintas lokasi melintasi sel endotel dan
juga dengan mengeluarkan setiap obat yang memasuki otak dengan cara lain.
Transpor
semacam ini dapat terjadi diotak dan jaringan lain yang juga mengekspresikan
P-glikoprotein (seperti pada testis),menjadikannya tempat berlindung
farmakologisyang memiliki konsentrasi obat lebih rendah dari yang dibutuhkan
untuk mencapai efek yang dikehendaki,meskipun konsentrasi obat di dalam darah
mencukupi.Keadaan ini timbul pada penggunaan inhibitor HIV protease (Kim et
al.,1998) dan juga dengan loperamida-suatu opiat yang kuat dan aktif secara sistemik dan tidak memiliki efek
terhadap pusat seperti opioid lain.
Transpoter
efluks yang secara aktif mensekresi obat dari CSS ke dalam darah juga terdapat
di leksus koroid.Terlepas dari apakah obat dipompa keluar SSP oleh transporter
spesifik atau berdifusi kembali ke dalam darah,obat juga keluar dari sistem
saraf pusat bersama ruahan aliran CSS
melalui villi arachnoid.Pada umumnya fungsi sawar darah-otak terpelihara dengan
baik.Meski demikian,inflamasi meningeal dan ensefalik akan meningkatkan
permeabilitas lokal.Sawar darah-otak juga berpotensi dimodulasi untuk membantu
pengobatan infeksi atau tumor di dalam otak.Namun,sampai sekarang pendekatan
tersebut belum menunjukkan kegunaan secara klinis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar