MAKALAH
Aspek Hukum
Dalam Praktek Kebidanan
Disusun Oleh :
Retna Anggar U (201202105)
STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
PRODI DIII KEBIDANAN
Jl.
Soekarno – Hatta Po. Box 183 Telp. (0354) 391866 Fax. 393888
KEDIRI
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur
dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Tugas Kelompok berupamakalah ini
sebagai tugas mata kuliah denganjudul “Aspek Hukum Dalam Praktik
Kebidanan”dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini
kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Pare,
3 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 1
D. Manfaat....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3
A. Pengantar Ilmu Hukum............................................................... 3
B. Pengantar Hukum
Kesehatan...................................................... 3
C. Aspek Hukum Dalam
Praktik Kebidanan................................... 5
D. Legislasi Pelayanan Kebidanan................................................... 6
E. Aspek Hukum Informed
Consent................................................ 7
BAB III PENUTUP............................................................................... 10
A. Kesimpulan.................................................................................. 10
B. Saran............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan
dan teknologi yang sedemikian cepat dalam
segala bidang sertameningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan
tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme
selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi
memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional
yang kokoh dari setiapperawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya,
termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam
merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam
tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan
mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana
nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas
maka penulis dapat mengambil rumusan masalah denganmengangkat masalah tentang
“Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan”
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah Agar mahasiswa mampu memahami pengantar ilmu hukum dan memahami
tentang aspek hukum dalam praktek kebidanan.
D. Manfaat
Adapun manfaat penuliasan
makalah ini yakni agar profesi kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien,
masyarakat atau profesi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengantar Ilmu Hukum
Ilmu hukum adalah kumpulan
pengetahuan tentang hokum yang telah deibuat sistematiknya. Filosofis
dasarnya adalah bahwa manusia adalah mahluk hidup yang mempunyai rasa, karsa, dan
karya, akal dan perasaan.
• Sumber hukum formal adalah :
1. Perundang – undangan
2. Kebiasaan
3. Traktat ( perjanjian Internasional public )
4. Yurisprudensi
5. Doktrin ( pendapat pakar )
• Macam – macam hokum adalah :
1. Hukum perdata dan hokum public
2. Hukum material dan hokum formal
3. Hukum perdata,
4. Hukum pidanan,
5. Hukum tatanegara/tata usaha Negara,
6. Hukum internasional
7. Hukum adat
B. Pengantar Hukum Kesehatan
1. Kelompok masalah yang menyangkut asas umum, meliputi hak
menentukan diri sendiri,hak atas pemeliharaan kesehatan , fungsiundang – undang
dan hokum danpemeliharaan kesehataan , hubungan hokumkesehatan dengan etika
kesehatan.
2. Kelompok masalah tentang kedudukan indifidu dalam hokum
kesehatan, antara lain :
hak atas tubuh sendiri, kedudukan material tubuh, hak atas kehidupan,
genetika,
reproduksi, status hokum hasil pembuahan, Perawatan yang dipaksakan
dalam RS.
3. Kelompok masalah dengan aspek- aspek pidana antara lain :
tanggung jawab pidana,
tindakan medis dan hokum pidana, hak untuk tidak membuka rahasia.
4. Kelompok masalah dakam pelayanan kuratif, antara lain
kewajiban memberika pertolongan medis, menjaga mutu, eksperimen – eksperimen
medis, batas – batas pemberiaan pertolongan medis, penyakit menular. Dokumentasi medis
dan lain – lain.
5. Kelompok tentang pelaksanaan profesi dankepentingan
pihak ketiga antara lain kesehatan industry, pelaksanaan medis skrining, keterangan medis, saksi
ahli, asuransi
kesehatan social.
Hak asasi manusian yang
berhubungan dengan kesehatan manusia dimulai dari tiga hak asasi,yaitu :
a. The right to health care ( Hak untuk mendapat pelanyanan
kesehatan )
b. The right to self dateminartion ( hak untuk menentukan nasib sendiri )
c. The righ toinformation ( Hak untuk mendapat informasi )
Etika dan hokum berkait
dengan ruang lingkup masing –masing, dengan jalur yang berbeda. Adapun gambaran jalur etik
dan hokum dapat dideskripsikan :
a. Etika profesi bersifat interen ( self inposed regulation ) , bertujuan
menjaga mutu profesi dan memelihara harkat dan martabat profesi ( tidak berlaku umum )
sanksi ditetapkan oleh organisasi.
b. Majelis disiplin bersifat sebagai hokum public ( ada unsure
pemerintah). Bertujuan
memelihara tata tertib anggota profesi ( tidak berlaku bagi bukananggota
profesi ) sanksi teguran, scorsing, pemecatan ( ditetapkan pemerintah )
c. Hukum bersifat berlaku umum ( sifat memaksa, bertujuan menjaga
ketertiban masnyarakat luas ( termaksud anggota profesi ), dengan sanksi
hokum perdata atau
hokum perdanan )
C. Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan
Akuntabilitas bidan dalam
praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan dituntut dari suatu
profesi, terutama profesi
yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah
pertanggung jawaban dan tanggung gugat (accountability) atas
semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan
oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based.
Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang
mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi
kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk
bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan
sitematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika
profesi.
Praktek kebidanan
merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus terus-menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
2. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
3. Akreditasi
4. Sertifikasi
5. Registrasi
6. Uji kompetensi
7. Lisensi
Beberapa dasar dalam
otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut:
1. Kepmenkes
900/Menkes/SK/VII/2002 tentanng registrasi dan praktik bidan
2. Standar Pelayanan Kebidanan
3. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan
4. PP No 32/ Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan
5. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang oraganisasi dan
tata kerja Depkes
6. UU No 22/1999 tentang Otonomi
daerah
7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
8. UU tentang aborsi, adopsi, bayi
tabung dan transplantasi
D. Legislasi Pelayanan Kebidanan
Pelayanan
legislasi adalah:
1. Menjamin perlindungan pada
masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri
2. Legislasi sangat berperan dalam
pemberian pelayanan profesional
Bidan
dikatakan profesional, mematuhi beberapa criteria sebagai berikut:
1. Mandiri
2. Peningkatan kompetensi
3. Praktek berdasrkan
evidence based
4. Penggunaan berbagai
sumber informasi
Masyarakat membutuhkan
pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh perlindungan sebagai
pengguna jasa profesi.
Ada beberapa
hal yang menjadi sumber ketidak puasan pasien atau masyarakat
yaitu:
1. Pelayanan yang aman
2. Sikap petugas kurang baik
3. Komunikasi yang kurang
4. Kesalahan prosedur
5. Saran kurang baik
6. Tidak adanya penjelasan atau
bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan.
Legislasi
adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat hukum yang
sudah ada melalui serangkaian sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturan kemenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan
kewenangan),
Tujuan legislasi adalah
memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut
antara lain:
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberikan kewenangan
3. Menjamin perlindungan hukum
4. Meningkatkan profesionalisme
E. Aspek Hukum Informed Consent
Pada dasarnya dalam
praktik sehari hari, pasien yang datang untuk berobat ke tempat praktik dianggap telah
memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tindakan rutin seperti
pemeriksaan fisik. Akan tetapi, untuk tindakan yang lebih
kompleks biasanya dokter akan memberikan penjelasan terlebih dahulu untuk
mendapatkan kesediaan dari pasien, misalnya kesediaan untuk dilakukan suntikan.
Ikhwal diperlukannya izin
pasien, adalah karena tindakan medik hasilnya penuh ketidakpastian, tidak
dapat diperhitungkan secara matematik, karena dipengaruhi factor faktor lain diluar
kekuasaan dokter, seperti virulensi penyakit, daya tahan tubuh
pasien, stadium penyakit, respon individual, factor genetik, kualitas obat,
kepatuhan pasien dalam mengikuti prosedur dan nasihat
dokter, dll. Selain itu tindakan medik mengandung risiko, atau bahkan tindakan medik tertentu selalu diikuti oleh akibat yang
tidak menyenangkan. Risiko baik maupun buruk yang menanggung adalah pasien. Atas dasar
itulah maka persetujuan pasien bagi setiap tindakan medic mutlak diperlukan, kecuali pasien
dalam kondisi emergensi. Mengingat pasien biasanya datang dalam keadaan yang
tidak sehat, diharapkan dokter tidak memberikan informasi yang dapat
mempengaruhi keputusan pasien, karena dalam keadaan tersebut, pikiran pasien
mudah terpengaruh.
Selain itu dokter juga
harus dapat menyesuaikan diri dengan tingkat pendidikan pasien, agar pasien bisa
mengerti dan memahami isi pembicaraan. Persetujuan tersebut disebut dengan
Informed Consent. Informed Consent hakikatnya adalah hokum perikatan, ketentuan
perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan
tanggung
jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian
terapeutik.
Aspek perdata Informed Consent bila
dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW Pasal 1320
memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian yaitu:
1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan
penipuan.
2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan.
3. Adanya suatu sebab yang halal, yangmdibenarkan, dan tidak
dilarang oleh peraturan perundang undangan serta merupakan
sebab yang masuk akal untuk dipenuhi.
Dari syarat pertama yaitu
adanya kesepakatan antara kedua pihak ( antara petugas kesehatan dan pasien ), maka berarti
harus ada informasi keluhan pasien yang cukup dari kedua belah pihak tersebut. Dari pihak
petugas harus mendapat informasi keluhan pasien sejujurnya, demikian pula
dari pihak pasien harus memperoleh diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Ada beberapa kaidah yang
harus diperhatikan alam menyusun dan memberikan Informed
Consent agar hukum
perikatan ini tidak cacatmhukum, diantaranya adalah:
1. Tidak bersifat
memperdaya ( Fraud ).
2. Tidak berupaya menekan
( Force ).
3. Tidak menciptakan
ketakutan ( Fear ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum kesehatan yang
terkait dengan etika profesi dan pelanyanan kebidanan. Ada keterkaitan atau daerah
bersinggunan antara pelanyanan kebidanan, etika dan hokum atau terdapat “grey area”.
Sebagaimana di ketahui bahwa bidan merupakan salah satu
tenaga kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan. Sebelum
menginjak kehal – hal yang lebih jauh, kita perlu memahami beberapa konsep dasar
dibawah ini :
• Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan Program
Pendidikan Bidan yang diakui Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi
izin untuk menjalankan praktek kebidanan di Negara itu.
Dia harus mampu memberikan supervise, asuhan dan memberikan nasehat yang
dibutuhkan kepada wanita selama masa hmil , persalinan dan masa pasca persalinan,
memimpin persalianan atas tanggung jawab sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
• Pekerjaan itu termaksud pendidikan antenatal, dan persiapan
untuk menjadi orangtua dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, KB dan Asuhan
anak, Rumah Perawatan, dan tempat – tempat pelayanan lainnya (ICM 1990)
B. Saran
Sikap etis profesional
berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan
advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen,
penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan
kualitas asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Heni Puji. Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya;
Yogyakarta. 2008
Marimba, Hanum. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Mitra Cendikia
Press;Yogyakarta.2008
Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of
Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
http://dinopawesambon.blogspot.com/2011/07/ (diunduh
tanggal 3 juni 2013-06-03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar